Senin, 21 Desember 2009

JIHAD SEORANG IBU

Tanggal 22 Desember datang kembali menghampiri kita. Pada tanggal ini di Indonesia diperingati sebagai hari Ibu. Di dalam Islam memang tidak dikenal -secara khusus- mengenai penetapan Hari Ibu, tapi begitu banyak ayat-ayat di dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi SAW yang berkaitan dengan Ibu. Dalam sebuah hadits disebutkan:

Dari Abdullah bin Mas’ud katanya, “Aku bertanya kpd Nabi SAW tentang amal-amal yg paling utama dan dicintai Allah? Nabi SAW menjawab, “Shalat pada awal waktu, berbakti kpd kedua orang tua dan jihad di jalan Allah” (HR. Bukhari)

Dengan demikian jika ingin kebajikan, hrs didahulukan amal-amal yg paling utama diantaranya adalah Birrul Waalidain (berbakti kpd kedua orang tua).

Rasulullah SAW pun bersabda, ''Setiap jerih payah istri di rumah sama nilainya dengan jerih payah suami di medan jihad.'' (HR Bukhari dan Muslim).



Pada dasarnya, Islam telah memberikan keistimewaan kepada para istri (ibu) untuk tetap berada di rumahnya. Untuk mendapatkan surga-Nya kelak, para istri cukup berjuang di rumah tangganya dengan ikhlas. Tetesan keringat mereka di dapur dinilai sama dengan darah mujahid di medan perang.

Menjadi ibu rumah tangga kedengarannya memang sepele dan remeh, hanya berkecimpung dengan urusan rumah dari A-Z, namun siapa sangka banyak sekali kebaikan dan hikmah yang dapat diperoleh. Ibulah yang mengambil porsi terbesar dalam pembentukan pribadi sebuah generasi.

Pertumbuhan suatu generasi bangsa pertama kali berada di buaian para ibu. Di tangan ibu pula pendidikan anak ditanamkan dari usia dini, dan berkat keuletan dan ketulusan ibu jualah bermunculan generasi-generasi berkualitas dan bermanfaat bagi bangsa dan agama.

Dalam Islam, ini adalah tugas besar, namun sangat mulia dan akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, ''Seorang istri pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Sayangnya, kebanyakan wanita modern saat ini tidak menyukai aktivitas rumah tangga. Mereka lebih bangga bekerja di luar rumah karena beranggapan tinggal di rumah identik dengan ketidakmandirian dan ketidakberdayaan ekonomi. Maka, jadilah peran ibu di rumah dianggap rendah, dan tidak sedikit ibu rumah tangga yang malu-malu ketika ditanya apa pekerjaannya.

Meskipun seorang wanita tidak bekerja setelah lulus sarjana, ilmunya tidak akan sia-sia, sebab ia akan menjadi ibu sekaligus pendidik bagi anak-anaknya. Kebiasaan berpikir ilmiah yang ia dapatkan dari proses belajar di bangku kuliah itulah yang akan membedakannya dalam mendidik anak. Seorang ibu memang harus cerdas dan berkualitas, sebab kewajiban mengurus anak tidak sebatas memberi makan.

Ia harus mampu merawat dan mendidik anak-anaknya dengan benar, penuh kasih sayang, kesabaran, menempanya dengan nilai dan norma agama agar sang anak mampu menghindar dari pengaruh lingkungan dan kemajuan teknologi yang merusak akal dan akhlaknya. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh seorang ibu yang cerdas.

Sejarah mencatat bahwa peranan ibu dalam pendidikan anak sangat penting, karakter anak sangat tergantung kepada pendidikan yang diberikan oleh ibu. Bagaimana tidak? Peranan ibu dalam mendidik anak dimulai sejak anak masih berada dalam kandungan. Seorang ibu yang sholehah bertanggung jawab penuh terhadap pendidikan buah hatinya. Hal ini tidak dapat dipindahtangankan kepada orang lain. Itulah sebabnya dikatakan rumah adalah sekolah pertama bagi anak-anak, dan gurunya adalah ibu.

Hasan Al-Bana pernah mengatakan bahwa ibulah yang membangun pertumbuan anak dan menjadi panutan yang diteladani sang bayi, ibulah yang pertama kali menandai kehidupan remaja untuk menjadi dewasa di atas jalan yang lurus. Corak ibulah yang akan mulai mewarnai anak. Karena dialah yang selalu berada di dekatnya.

Nabi Musa as, menjadi orang besar tidak lain karena dididik oleh Asiah istri Fir’aun. Asiah, walaupun berada di tengah-tengah kaum yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, namun ia tetap berpegang teguh kepada Allah swt. Isa as, menjadi orang besar juga tidak lain karena didikan ibundanya Siti Maryam. Begitupun Rasulullah saw, menjadi orang besar tidak lepas dari peranan ibundanya Aminah.

Dalam hal memperlakukan anak, Nabi SAW bersabda:
“Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka. Allah SWT memberi rahmat kepada seseorang yang membantu anaknya sehingga sang anak dapat berbakti kepadanya”. Sahabat Nabi bertanya : “Bagaimana cara membantunya ?” Nabi saw menjawab : “Menerima usahanya walaupun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak membebaninya dengan beban berat, dan tidak pula memakinya dengan makian yang melukai hatinya”.

Begitupun kita sebagai anak, Allah dan Rasul-Nya mewajibkan kita untuk berbakti kepada orang tua. Sampai kepada, seandainya, keduanya menyuruh kita untuk menyekutukan Allah, kita diperintahkan untuk tetap bergaul dgn baik dan berkata kepada keduanya dengan perkataan yang lembut.

Begitu besar jasa kedua orang tua, sehingga apapun yg kita lakukan untuk berbakti kpd keduanya tdk akan dpt membalas jasa keduanya. Di dalam hadits yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat Abdullah bin Umar ra melihat seseorang menggendong ibunya untuk thawaf di Ka’bah dan ke mana saja ‘Si Ibu’ menginginkan, orang tersebut bertanya kpdnya: “Wahai Abdullah bin Umar, dgn peruntukanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku.?” Abdullah bin Umar ra menjawab: “Belum, setetespun engkau belum dpt membalas kebaikan kedua orang tuamu”

Ketika ada seorang anak muda datang menghadap Rasulullah SAW seraya meminta izin untuk ikut andil berjihad bersama beliau, maka beliau bertanya, “Apakah engkau masih mempunyai ibu?” Orang itu menjawab, “Ya, masih”. Beliaupun kemudian bersabda:

“Bersungguh-sungguhlah dalam berbakti kepada ibumu, karena sesungguhnya surga itu berada di bawah kedua kakinya”.

SELAMAT HARI IBU, BUNDA… Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat, keberkahan dan kesehatan kepadamu… Salah satu nikmat yang paling aku syukuri di dunia ini adalah terlahir dari perutmu dan menjadi anakmu…

Wallahu a'lam bish shawab…

0 komentar:

Posting Komentar